Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un -Telah Wafat KH Sahal Mahfuzh Kajen Pati Jawa Tengah (Rois 'Aam PBNU dan Ketua Umum MUI- lahul fatihah

KISAH INSPIRATIF

Kisah adalah cara paling mudah dan ringan untuk menyampaikan sesuatu. Orang dapat menemukan dan memahami konsep dalam sebuah contoh kenyataan melalui kisah.
Bila menurut anda blog ini bermanfaat, sebarkanlah kepada keluarga dan teman-teman anda serta jadilah bagian dari penyuka halaman KISAH INSPIRATIF - HIKAYAT INDAH di facebook.

Minggu, 26 Desember 2010

IBADAH TRENGGILING

Suatu ketika Nabi Musa as menyusuri pantai sepanjang laut. Lalu beliau bermunajat, “Tuhanku, kedua dengkulku lelah sekali dan punggungku berat sekali. Wahai Kekasihku, apa yang hendak kau berlakukan padaku ini ?”

Allah mengutus trenggiling untuk menjawab munajat itu.

Trenggiling menyampaikan, “Wahai keturunan Imran, apakah engkau berharap pada Tuhanmu, dengan ibadahmu padanya ? Bukankah Allah telah memilihmu dan berbicara padamu, dan membuatmu dekat dan bermunajat padaNya ? Demi Yang menciptakanku dan Melihatku, sesungguh aku sudah berada di padang sahara ini selama 360 tahun, selama itu aku bertasbih siang dan malam, sedikit pun aku tidak berpaling dari-Nya. Dan sejak tiga hari lalu aku tidak makan. Bahkan setiap saat gemretaklah tulang-tulangku karena Maha Besar-Nya.”
Selengkapnya...

Rabu, 20 Oktober 2010

SUDAH HAJIKAH ?


Syaikh Al-Junaid Al-Baghdadi q.s. kedatangan seorang tamu. Beliau bertanya, “Dari mana saja anda ?”

Tamu itu menjawab, “Aku baru menunaikan ibadah haji”.

“Sejak pertama berangkat dari rumah, apakah kamu telah meninggalkan semua dosa ?” Syaikh Al-Junaid q.s. kembali bertanya.

“Belum”, tamu itu menjawab.

“Berarti engkau tidak sedang dalam perjalanan ruhani. Apakah setiap beristirahat di malam hari, engkau melintasi semua maqam di jalan menuju Allah ?”

“Tidak”

“Berarti engkau tidak menempuh perjalanan setahap demi setahap. Ketika memakai pakaian ihram, apakah engkau melepaskan sifat-sifat manusiawi seperti engkau melepaskan pakaian sehari-hari ?”

“Tidak”

“Berarti engkau tidak mengenakan pakaian haji (ihram). Ketika engkau singgah di ‘Arafah, apakah engkau menyaksikan (musyahadah) Allah ?”

“Belum”

“Berarti engkau tidak singgah di ‘Arafah. Ketika ke Muzdalifah dan mencapai keinginanmu, apakah engkau telah meniadakan hawa nafsumu ?”

“Belum”

“Berarti engkau tidak pergi ke Muzdalifah. Ketika tawaf mengelilingi Ka’bah, apakah engkau telah menyaksikan keindahan non materil Tuhan ?”

“Belum”

“Berarti engkau tidak mengelilingi Ka’bah. Ketika sa’i antara sofa dan marwa, apakah engkau telah menggapai kesucian dan kebajikan ?”

“Belum“

“Berarti engkau tidak sa’i antara sofa dan marwa. Ketika sampai ke Mina, apakah keinginanmu telah sirna ?”

“Tidak”

“Berarti engkau belum mengunjungi Mina. Ketika sampai di tempat penyembelihan kurban, apakah engkau mengurbankan segala hawa nafsu ?”

“Tidak”

“Berarti engkau belum berkurban. Ketika melempar batu jumrah, apakah engkau telah melemparkan pikiran-pikiran hawa nafsu yang menyertaimu ?”

“Belum”

“Berarti engkau belum melaksanakan jumrah. Engkau belum melaksanakan ibadah haji. Kembalilah ! lakukan ibadah haji seperti yang aku gambarkan agar engkau bisa sampai ke maqam Ibrahim”


Selengkapnya...

Senin, 23 Agustus 2010

AKU TIDAK SEPERTI MEREKA


Pada masa Nabi Dawud a.s., ada seorang penguasa yang kafir dan kejam. Rakyatnya mendatangi Nabi Dawud a.s. untuk mohon pertolongan.

“Wahai Nabi Allah, selamatkanlah kami darinya” pinta mereka pada Nabi Dawud a.s.

Nabi Dawud a.s. pun memerintahkan menangkap dan menghukumnya dengan disalib.

Akhirnya, penguasa ini ditangkap dan diikat di kayu salib di atas gunung pada sore hari. Setelah itu, kembalilah masyarakat ke tempat tinggalnya masing-masing. Tinggallah penguasa ini terikat pada kayu salib di atas gunung sendirian.

Saat sendiri itu, ia berdo’a memohon kepada tuhan-tuhan yang selama ini disembahnya. Hasilnya, tidak ada satu pun yang memberinya pertolongan. Ia tetap sendiri terikat di kayu salib.

Ia kemudian memohon pada bulan dan matahari. Ia berdo’a, “Aku menyembahmu agar engkau bermanfaat bagiku di saat mendapat balai. Berilah aku pertolongan !”

Bulan dan matahari pun tak dapat memberinya pertolongan. Ia tetap sendiri terikat di kayu salib.

Akhirnya, ia menghadap dan memohon kepada Allah. Ia menyebut asma Allah dan memohon kepada-Nya. Ia bermunajat, “Ya Allah ! Aku telah mendurhakai-Mu. Aku telah menyembah selain Engkau. Semuanya tidak memberiku manfaat. Saat ini aku datang menghadap-Mu -Engkau-lah Al-Haqq (Sang Maha Benar) – untuk memohon pertolongan-Mu bagiku. Tolonglah aku dengan rahmat-Mu”

Allah berfirman, “Orang ini telah menyembah beraneka tuhan dalam waktu yang lama dan tidak ada yang memberinya manfaat. (Saat ini) ia kembali berdo’a memohon kepada-Ku. Aku kabulkan baginya. Sungguh Aku yang mengabulkan do’a orang yang dalam kesempitan dan bahaya (mudhtor) bila ia berdo’a kepada-Ku. Wahai Jibril, turunlah pada hamba-Ku ini dan letakkan ia di atas tanah dalam keadaan selamat dan sehat”

Turunlah Malaikat Jibril menolong orang ini sebagaimana yang Allah perintahkan.

Saat subuh tiba, masyarakat pergi mendatangi Nabi Dawud a.s. Mereka berkata, “Izinkanlah kami untuk melepaskannya dari kayu salib”

Nabi Dawud a.s. pun memberi mereka izin.

Saat tiba di atas gunung, mereka menemukan penguasa itu masih hidup serta selamat dan sehat. Ia sudah terbebas dari salib dan berada di atas tanah dengan sehat dan selamat. Masyarakat pun geger dan melaporkannya pada Nabi Dawud a.s.

Nabi Dawud a.s. berangkat untuk memeriksa dan membuktikannya. Saat tiba, disaksikanlah bahwa laporan itu memang benar.

Shalatlah Nabi Dawud a.s. dua raka’at dan bermunajat, “Ya Allah ! Beritahulah aku tentang keajaiban yang aku lihat ini”.

Allah menurunkan wahyu padanya, “Wahai Dawud ! Sungguh hamba ini telah memohon kepada-Ku, maka Aku kabulkan permohonannya. Sungguh, apabila Aku tidak mengabulkan sebagaimana tuhan-tuhan yang disembahnya, maka apa perbedaan-Ku dari mereka ? Seperti itulah yang Aku lakukan pada orang-orang yang kembali kepada-Ku. Wahai Dawud ! Tunjukkanlah iman padanya, karena sesungguhnya ia akan beriman dan akan baik imannya. Aku-lah yang berfirman benar (haqq) dan Aku yang menunjukkan serta mengantarkan jalan”.

Selengkapnya...

Selasa, 29 Juni 2010

BENARKAH ?


Suatu hari, Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani q.s. berjalan bersama beberapa muridnya di padang pasir. Hari sangat panas dan mereka sedang berpuasa, sehingga sangat letih dan haus.

Tiba-tiba, munculah sekumpulan awan di langit melindungi mereka dari teriknya sinar matahari. Setelah itu, sebatang pohon kurma dan kolam air muncul. Lalu tampaklah cahaya berkilauan di celah awan. Terdengarlah suara, “Wahai Abdul Qadir ! Akulah Tuhanmu. Makan dan minumlah, karena telah aku halalkan bagimu apa yang telah aku haramkan untuk orang lain!”

Syaikh Abdul Qadir q.s. menatap cahaya itu dan menjawab, “Aku berlindung kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk”

Cahaya, pohon kurma dan kolam air itu pun lenyap seketika. Tak lama kemudian, tampaklah Iblis dalam bentuknya yang asli. Ia bertanya, “Bagaimana engkau tahu bahwa itu suaraku (bukan suara Tuhan) ?”

Syaikh Abdul Qadir q.s. menjawab, “Syari’at sudah sempurna, tidak akan berubah sampai akhir zaman. Allah tidak akan merubah yang haram menjadi halal, walau pun untuk orang-orang pilihannya”.

Iblis berkata, “Aku telah menipu 70 orang salik dengan cara ini. Ilmu yang engkau miliki ternyata lebih luas dari mereka. Tapi, apakah hanya sebanyak ini pengikutmu ? Sudah sepatutnya semua penduduk bumi menjadi pengikutmu, karena ilmumu menyamai ilmu para Nabi”.

Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani q.s. pun menjawab, “Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar dan Yang Maha Mengetahui dari engkau. Bukanlah karena ilmuku aku selamat, tapi karena rahmat Allah Pengatur seluruh alam”,


Selengkapnya...

Senin, 07 Juni 2010

UNTUK APA KETENTUAN AGAMA ?


Abdurrahman bin Al-Hakam – pemimpin Andalusia – mengundang sejumlah ulama ahli fiqih ke istananya. Ia menghadapi masalah pelik. Ia telah melanggar aturan bulan Ramadhan. Ia tidak sanggup menahan hasrat birahinya, sehingga berhubungan seksual dengan istrinya di siang hari. Ia bertanya kepada para ulama ahli fiqih itu, “Bagaimana saya bertaubat ? Apa penebus untuk dosa saya ?”

Syaikh Yahya bin Yahya Al-Laitsi yang juga hadir di sana berkata, “Selain harus bersungguh-sungguh mohon ampun kepada Allah, engkau harus berpuasa dua bulan berturut-turut”.

Mendengar fatwa ini, semua ulama yang lain diam. Tidak ada di antara mereka yang menyanggahnya. Mungkin mereka semua menghormati Syaikh Yahya bin Yahya Al-Laitsi.

Setelah pertemuan selesai, para ulama pergi meninggalkan istana. Di perjalanan, salah seorang ulama menghampir Syaikh Yahya Al-Laitsi dan bertanya, “Mengapa hanya itu yang engaku fatwakan ? Bukankah, ada tiga cara untuk penebusnya, yaitu memerdekakan hamba sahaya, memberi makan 60 fakir miskin dan berpuasa dua bulan berturut-turut ?”

Syaikh Yahya Al-Laitsi menjawab, “Kalau itu yang saya sampaikan, ia keenakan. Baginya memerdekakan hamba sahaya atau pun memberi makan fakir miskin sangat mudah. Bukankah ia orang kaya (?) itu tidak akan menjadi pelajaran bagi dirinya. Aku sengaja memilih yang itu untuk mendidik dia agar tidak mengulanginya lagi”.

Selengkapnya...

Rabu, 02 Juni 2010

AKU MURIDMU


Suatu hari, Syaikh Kholil Bangkalan Madura mendadak tanpa berita lebih dulu datang menemui muridnya K.H. Hasyim Asy’ari Tebuireng. Beliau datang untuk mengikuti majelis pengajian muridnya itu. Beliau menyampaikan, “Dulu saya memang yang mengajari anda. Tapi, hari ini saya menyatakan bahwa saya yang menjadi murid anda”.

K.H. Hasyim Asy’ari menyatakan, “Tidakkah anda salah ? Aku ini murid anda dan selamanya aku adalah murid anda”.

Syaikh Kholil tetap bersikeras ingin menjadi murid dan mengikut pengajian hadis K.H. Hasyim Asy’ari.

Bila pengajian selesai. Kedua ulama ini berlomba mencari sandal gurunya. K.H. Hasyim Asy’ari mencari sandal Syaikh Kholil dan Syaikh Kholil mencari sandal K.H. Hasyim Asy’ari. Keduanya berusaha menyiapkan sandal itu untuk dipakai gurunya sebagai tanda bakti pada gurunya.

Selengkapnya...

Selasa, 25 Mei 2010

MEREKA BERSALAH


Seorang laki-laki terengah-engah datang menemui khalifah ‘Umar bin Khottob r.a. Mukanya merah dan suaranya menggeletar. Ia bercerita, ‘Wahai Amiral Mukminin ! Dengan mata kepala saya sendiri, saya melihat pemuda fulan dan pemudi fulanah sedang berpelukan dengan mesra di balik pohon kurma”.

Laki-laki itu berharap ‘Umar bin Khottob r.a. akan memanggil kedua anak muda itu dan memberikan hukuman kepada mereka.

Namun, ternyata tidak. Umar bin Khottob r.a. malah mencengkeram leher laki-laki itu dan memukulnya dengan gagang pedang. Umar bin Khottob r.a. berkata dengan keras, “Kenapa engkau tidak menutupi keburukan mereka dan berusaha agar mereka bertaubat ? Tidakkah engkau ingat sabda Rasulullah s.a.w., “Siapa yang menutupi keburukan saudaranya, maka Allah pasti akan menutupi keburukannya di hari qiyamat” ?”

Selengkapnya...