Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un -Telah Wafat KH Sahal Mahfuzh Kajen Pati Jawa Tengah (Rois 'Aam PBNU dan Ketua Umum MUI- lahul fatihah

KISAH INSPIRATIF

Kisah adalah cara paling mudah dan ringan untuk menyampaikan sesuatu. Orang dapat menemukan dan memahami konsep dalam sebuah contoh kenyataan melalui kisah.
Bila menurut anda blog ini bermanfaat, sebarkanlah kepada keluarga dan teman-teman anda serta jadilah bagian dari penyuka halaman KISAH INSPIRATIF - HIKAYAT INDAH di facebook.

Selasa, 29 Juni 2010

BENARKAH ?


Suatu hari, Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani q.s. berjalan bersama beberapa muridnya di padang pasir. Hari sangat panas dan mereka sedang berpuasa, sehingga sangat letih dan haus.

Tiba-tiba, munculah sekumpulan awan di langit melindungi mereka dari teriknya sinar matahari. Setelah itu, sebatang pohon kurma dan kolam air muncul. Lalu tampaklah cahaya berkilauan di celah awan. Terdengarlah suara, “Wahai Abdul Qadir ! Akulah Tuhanmu. Makan dan minumlah, karena telah aku halalkan bagimu apa yang telah aku haramkan untuk orang lain!”

Syaikh Abdul Qadir q.s. menatap cahaya itu dan menjawab, “Aku berlindung kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk”

Cahaya, pohon kurma dan kolam air itu pun lenyap seketika. Tak lama kemudian, tampaklah Iblis dalam bentuknya yang asli. Ia bertanya, “Bagaimana engkau tahu bahwa itu suaraku (bukan suara Tuhan) ?”

Syaikh Abdul Qadir q.s. menjawab, “Syari’at sudah sempurna, tidak akan berubah sampai akhir zaman. Allah tidak akan merubah yang haram menjadi halal, walau pun untuk orang-orang pilihannya”.

Iblis berkata, “Aku telah menipu 70 orang salik dengan cara ini. Ilmu yang engkau miliki ternyata lebih luas dari mereka. Tapi, apakah hanya sebanyak ini pengikutmu ? Sudah sepatutnya semua penduduk bumi menjadi pengikutmu, karena ilmumu menyamai ilmu para Nabi”.

Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani q.s. pun menjawab, “Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar dan Yang Maha Mengetahui dari engkau. Bukanlah karena ilmuku aku selamat, tapi karena rahmat Allah Pengatur seluruh alam”,


Selengkapnya...

Senin, 07 Juni 2010

UNTUK APA KETENTUAN AGAMA ?


Abdurrahman bin Al-Hakam – pemimpin Andalusia – mengundang sejumlah ulama ahli fiqih ke istananya. Ia menghadapi masalah pelik. Ia telah melanggar aturan bulan Ramadhan. Ia tidak sanggup menahan hasrat birahinya, sehingga berhubungan seksual dengan istrinya di siang hari. Ia bertanya kepada para ulama ahli fiqih itu, “Bagaimana saya bertaubat ? Apa penebus untuk dosa saya ?”

Syaikh Yahya bin Yahya Al-Laitsi yang juga hadir di sana berkata, “Selain harus bersungguh-sungguh mohon ampun kepada Allah, engkau harus berpuasa dua bulan berturut-turut”.

Mendengar fatwa ini, semua ulama yang lain diam. Tidak ada di antara mereka yang menyanggahnya. Mungkin mereka semua menghormati Syaikh Yahya bin Yahya Al-Laitsi.

Setelah pertemuan selesai, para ulama pergi meninggalkan istana. Di perjalanan, salah seorang ulama menghampir Syaikh Yahya Al-Laitsi dan bertanya, “Mengapa hanya itu yang engaku fatwakan ? Bukankah, ada tiga cara untuk penebusnya, yaitu memerdekakan hamba sahaya, memberi makan 60 fakir miskin dan berpuasa dua bulan berturut-turut ?”

Syaikh Yahya Al-Laitsi menjawab, “Kalau itu yang saya sampaikan, ia keenakan. Baginya memerdekakan hamba sahaya atau pun memberi makan fakir miskin sangat mudah. Bukankah ia orang kaya (?) itu tidak akan menjadi pelajaran bagi dirinya. Aku sengaja memilih yang itu untuk mendidik dia agar tidak mengulanginya lagi”.

Selengkapnya...

Rabu, 02 Juni 2010

AKU MURIDMU


Suatu hari, Syaikh Kholil Bangkalan Madura mendadak tanpa berita lebih dulu datang menemui muridnya K.H. Hasyim Asy’ari Tebuireng. Beliau datang untuk mengikuti majelis pengajian muridnya itu. Beliau menyampaikan, “Dulu saya memang yang mengajari anda. Tapi, hari ini saya menyatakan bahwa saya yang menjadi murid anda”.

K.H. Hasyim Asy’ari menyatakan, “Tidakkah anda salah ? Aku ini murid anda dan selamanya aku adalah murid anda”.

Syaikh Kholil tetap bersikeras ingin menjadi murid dan mengikut pengajian hadis K.H. Hasyim Asy’ari.

Bila pengajian selesai. Kedua ulama ini berlomba mencari sandal gurunya. K.H. Hasyim Asy’ari mencari sandal Syaikh Kholil dan Syaikh Kholil mencari sandal K.H. Hasyim Asy’ari. Keduanya berusaha menyiapkan sandal itu untuk dipakai gurunya sebagai tanda bakti pada gurunya.

Selengkapnya...