Suatu ketika, ada orang yang sangat kurang pendidikannya. Ia merasa menjalani hidup penuh dengan kesukaran dan kesengsaraan. Ia mencari petunjuk ke sana ke mari. Akhirnya ia menemui seorang ulama. Ia bertanya tentang bagaimana cara yang bisa ia tempuh agar bisa hidup lebih baik.
Ulama itu berpikir cukup panjang mencari jalan yang bisa dinasehatkan pada orang itu. Apa cara yang mudah ia pahami dan jalankan dengan keterbatasan pendidikannya. Akhirnya ulama itu nasehatkan, “Bacalah fatihah seribu kali setiap hari”. Beliau pikir Al-fatihah besar serta banyak faedahnya dan sebodoh-bodohnya seorang muslim, pasti ia tahu dan bisa membaca surat Al-fatihah.
Setelah mendapat nasehat itu, pulanglah orang itu dengan penuh tekad dan keyakinan. Ia akan berusaha melaksanakan nasehat itu.
Selang beberapa lama berlalu, ia datang kembali mengunjungi ulama yang menasehatinya. Kunjungannya kali ini berbeda. Ia datang untuk berterima kasih. Hidupnya sudah berubah. Secara ekonomi ia sudah sejahtera. Pada kedatangan kali ini, ia sudah mengendarai mobilnya sendiri. Ia pun datang membawa banyak oleh-oleh.
Ulama yang dikunjungi sudah lupa apa nasehatnya. Ia pun bertanya, “Apa yang saya sampaikan waktu itu sehingga hidup anda berhasil berubah ?”
Orang itu menjawab, “Anda menasehati saya untuk membaca fatihah seribu kali sehari”
Ulama itu penasaran. Ia bertanya lebih lanjut, “Bagaimana cara anda melaksanakannya ?”
Orang itu menjawab, “Ya, saya baca fatihah, fatihah, fatihah sampai seribu kali setiap hari”.
Kaget dan tercenganglah ulama itu. Ternyata saking terbatasnya pendidikan orang itu, ia tidak tahu bahwa yang dimaksud adalah membaca surat Al-fatihah secara lengkap seribu kali. Ia malahan memahaminya sebagai mengulang-ulang kata fatihah seribu kali. Namun, ternyata hidupnya kemudian berubah. Allah mengabulkan permohonannya.
Ternyata, komunikasi dengan Allah adalah komunikasi bahasa hati, bukan bahasa lisan. Allah memperhatikan maksud yang terkandung di dalam hatinya, bukan sekedar ungkapan lisannya.
Ulama itu berpikir cukup panjang mencari jalan yang bisa dinasehatkan pada orang itu. Apa cara yang mudah ia pahami dan jalankan dengan keterbatasan pendidikannya. Akhirnya ulama itu nasehatkan, “Bacalah fatihah seribu kali setiap hari”. Beliau pikir Al-fatihah besar serta banyak faedahnya dan sebodoh-bodohnya seorang muslim, pasti ia tahu dan bisa membaca surat Al-fatihah.
Setelah mendapat nasehat itu, pulanglah orang itu dengan penuh tekad dan keyakinan. Ia akan berusaha melaksanakan nasehat itu.
Selang beberapa lama berlalu, ia datang kembali mengunjungi ulama yang menasehatinya. Kunjungannya kali ini berbeda. Ia datang untuk berterima kasih. Hidupnya sudah berubah. Secara ekonomi ia sudah sejahtera. Pada kedatangan kali ini, ia sudah mengendarai mobilnya sendiri. Ia pun datang membawa banyak oleh-oleh.
Ulama yang dikunjungi sudah lupa apa nasehatnya. Ia pun bertanya, “Apa yang saya sampaikan waktu itu sehingga hidup anda berhasil berubah ?”
Orang itu menjawab, “Anda menasehati saya untuk membaca fatihah seribu kali sehari”
Ulama itu penasaran. Ia bertanya lebih lanjut, “Bagaimana cara anda melaksanakannya ?”
Orang itu menjawab, “Ya, saya baca fatihah, fatihah, fatihah sampai seribu kali setiap hari”.
Kaget dan tercenganglah ulama itu. Ternyata saking terbatasnya pendidikan orang itu, ia tidak tahu bahwa yang dimaksud adalah membaca surat Al-fatihah secara lengkap seribu kali. Ia malahan memahaminya sebagai mengulang-ulang kata fatihah seribu kali. Namun, ternyata hidupnya kemudian berubah. Allah mengabulkan permohonannya.
Ternyata, komunikasi dengan Allah adalah komunikasi bahasa hati, bukan bahasa lisan. Allah memperhatikan maksud yang terkandung di dalam hatinya, bukan sekedar ungkapan lisannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar