Abdurrahman bin Al-Hakam – pemimpin Andalusia – mengundang sejumlah ulama ahli fiqih ke istananya. Ia menghadapi masalah pelik. Ia telah melanggar aturan bulan Ramadhan. Ia tidak sanggup menahan hasrat birahinya, sehingga berhubungan seksual dengan istrinya di siang hari. Ia bertanya kepada para ulama ahli fiqih itu, “Bagaimana saya bertaubat ? Apa penebus untuk dosa saya ?”
Syaikh Yahya bin Yahya Al-Laitsi yang juga hadir di sana berkata, “Selain harus bersungguh-sungguh mohon ampun kepada Allah, engkau harus berpuasa dua bulan berturut-turut”.
Mendengar fatwa ini, semua ulama yang lain diam. Tidak ada di antara mereka yang menyanggahnya. Mungkin mereka semua menghormati Syaikh Yahya bin Yahya Al-Laitsi.
Setelah pertemuan selesai, para ulama pergi meninggalkan istana. Di perjalanan, salah seorang ulama menghampir Syaikh Yahya Al-Laitsi dan bertanya, “Mengapa hanya itu yang engaku fatwakan ? Bukankah, ada tiga cara untuk penebusnya, yaitu memerdekakan hamba sahaya, memberi makan 60 fakir miskin dan berpuasa dua bulan berturut-turut ?”
Syaikh Yahya Al-Laitsi menjawab, “Kalau itu yang saya sampaikan, ia keenakan. Baginya memerdekakan hamba sahaya atau pun memberi makan fakir miskin sangat mudah. Bukankah ia orang kaya (?) itu tidak akan menjadi pelajaran bagi dirinya. Aku sengaja memilih yang itu untuk mendidik dia agar tidak mengulanginya lagi”.
Syaikh Yahya bin Yahya Al-Laitsi yang juga hadir di sana berkata, “Selain harus bersungguh-sungguh mohon ampun kepada Allah, engkau harus berpuasa dua bulan berturut-turut”.
Mendengar fatwa ini, semua ulama yang lain diam. Tidak ada di antara mereka yang menyanggahnya. Mungkin mereka semua menghormati Syaikh Yahya bin Yahya Al-Laitsi.
Setelah pertemuan selesai, para ulama pergi meninggalkan istana. Di perjalanan, salah seorang ulama menghampir Syaikh Yahya Al-Laitsi dan bertanya, “Mengapa hanya itu yang engaku fatwakan ? Bukankah, ada tiga cara untuk penebusnya, yaitu memerdekakan hamba sahaya, memberi makan 60 fakir miskin dan berpuasa dua bulan berturut-turut ?”
Syaikh Yahya Al-Laitsi menjawab, “Kalau itu yang saya sampaikan, ia keenakan. Baginya memerdekakan hamba sahaya atau pun memberi makan fakir miskin sangat mudah. Bukankah ia orang kaya (?) itu tidak akan menjadi pelajaran bagi dirinya. Aku sengaja memilih yang itu untuk mendidik dia agar tidak mengulanginya lagi”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar